Monday, July 13, 2015

CONTOH KASUS PERLINDUNGAN KONSUMEN

CONTOH KASUS PERLINDUNGAN KONSUMEN (1)

Iklan sebuah produk adalah bahasa pemasaran agar barang yang diperdagangkan laku. Namun, bahasa iklan tidak selalu seindah kenyataan. Konsumen acapkali merasa tertipu iklan.

Ludmilla Arief termasuk konsumen yang merasa dikelabui saat membeli kendaraan roda empat merek Nissan March. Jargon ‘city car’ dan ‘irit’ telah menarik minat perempuan berjilbab ini untuk membeli. Maret tahun lalu, Milla-- begitu Ludmilla Arief biasa disapa—membeli Nissan March di showroom Nissan Warung Buncit, Jakarta Selatan.

Sebulan menggunakan moda transportasi itu, Milla merasakan keganjilan. Ia merasa jargon ‘irit’ dalam iklan tak sesuai kenyataan, malah sebaliknya boros bahan bakar. Penasaran, Milla mencoba menelusuri kebenaran janji ‘irit’ tersebut. Dengan menghitung jarak tempuh kendaraan dan konsumsi bensin, dia meyakini kendaraan yang digunakannya boros bensin.

“Sampai sekarang saya ingin membuktikan kata-kata city car dan irit dari mobil itu,” ujarnya ditemui wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (10/4).

Setelah satu bulan pemakaian, Milla menemukan kenyataan butuh satu liter bensin untuk pemakaian mobil pada jarak 7,9 hingga 8,2 kilometer (km). Rute yang sering dilalui Milla adalah Buncit–Kuningan-Buncit. Semuanya di Jakarta Selatan. Hasil deteksi mandiri itu ditunjukkan ke Nissan cabang Warung Buncit dan Nissan cabang Halim.

Berdasarkan iklan yang dipampang di media online detik dan Kompas, Nissan March mengkonsumsi satu liter bensin untuk jarak bensin 21,8 km. Informasi serupa terdapat di brosur Nissan March. Karena itulah Milla berkeyakinan membeli satu unit untuk dipakai sehari-hari. “Di iklan itu ditulis berdasarkan hasil tes majalah Autobild edisi 197 tanpa mencantumkan rute kombinasi,” imbuhnya.

Pihak Nissan melakukan tiga kali pengujian setelah pemberitahuan Milla. Milla hanya ikut dua kali proses pengujian. Lantaran tak mendapatkan hasil, Milla meminta dilakukan tes langsung di jalan dengan mengikutsertakan saksi. “Saya berharap diadakan road test dengan ada saksi,” kata karyawati swasta itu.

Kasus ini akhirnya masuk ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Jakarta. Milla meminta tanggung jawab PT Nissan Motor Indonsia (NMI). Perjuangannya berhasil. Putusan BPSK 16 Februari lalu memenangkan Milla. BPSK menyatakan NMI melanggar Pasal 9 ayat (1) huruf k dan Pasal 10 huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen. NMI diminta membatalkan transaksi, dan karenanya mengembalikan uang pembelian Rp150 juta.

Tak terima putusan BPSK, NMI mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang lanjutan pada 12 April ini sudah memasuki tahap kesimpulan. Dalam permohonan keberatannya, NMI meminta majelis hakim membatalkan putusan BPSK Jakarta.

Sebaliknya, kuasa hukum Milla, David ML Tobing, berharap majelis hakim menolak keberatan NMI. Ia meminta majelis menguatkan putusan BPSK. Dikatakan David, kliennya kecewa pada iklan produsen yang tak sesuai kenyataan.“Tidak ada kepastian angka di setiap iklan Nissan March dan tidak ada kondisi syarat tertentu. Lalu kenapa tiba-tiba iklan itu ke depannya berubah dengan menuliskan syarat rute kombinasi dan eco-driving. Ini berarti ada unsur manipulasi,” ujarnya usai persidangan.

Kuasa hukum NMI, Hinca Pandjaitan, menepis tudingan David. Menurut Hinca, tidak ada kesalahan dalam iklan produk Nissan March. Iklan dimaksud sudah sesuai prosedur, dan tidak membohongi konsumen. “Iklan Nissan jujur, ada datanya dan rujukannya. Kalau ada perubahan iklan, itu mungkin asumsi merek. Namanya iklan. Itu kan cara menggoda orang,” pungkasnya.

ANALISA

Iklan memang ditujukan kepada konsumen agar tertarik untuk membeli produk atau barang yang akan ditawarkan. Akan tetapi seharusnya iklan itu tidak menjurus ke penipuan, karena hal tersebut dapat mebuat konsumen hilang kepercayaan terhadap produk yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut dan akan mengakibatkan kerugian tersendiri bagi perusahaan tersebut. Dari kasus tersebut konsumen sudah dirugikan terhadap haknya yaitu Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa, Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskrimainatif.Berdasarkan kasus tersebut maka perusahaan tersebut telah melanggar UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang berlaku sejak 20 April 2000 tentang perlindungan konsumen.


CONTOH KASUS PERLINDUNGAN KONSUMEN (2)

SIKATAN, KABARWARTA - Tersangka Vera warga Jalan Raya Dukuh Surabaya di tangkap oleh jajaran polrestabes,Surabaya. Pasalnya, wanita berusia 29 ini didapati sudah menjual Suplement Import merk Acai Berry ABC. Dari keterangan pelaku saat diperiksa, penjulan dilakukan secara online ini sudah dilakukan sejak 3 bulan sebelumnya. Per Acai Berry ABC dijual dengan harga Rp 24 ribu hingga Rp 50 ribu.

"Penjualan ini karena tidak memenuhi ketentuan Undang Undang dan peraturan pelaksanaanya dimana produk suplement tersebut dari segi keamanan belum di uji ataupun periksa, baik dari mutu ataupun gizi sebelum peredarannya", terang AKBP Farman selaku Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, Senin (27/2/2012).

Sedangkan barang bukti yang diamankan berupa 11 kerdus atau koli suplement Acai Berry ABC berisi kurang lebih seribu botol yang di duga tidak ada ijinnya. Satu lembar kwintansi penjualan tertanggal 13 febuari 2012. Akibatnya, tersangka di jerat sesuai Pasal 58 huruf UU RI No 7 Tahun 1996 tentang pangan dengan dengan ancaman hukum tiga tahun penjara, dan denda Rp 260 juta.
Sementara, dari pengamatan kabarwarta.com sejauh ini, penjulan Acai Berry secara online atau lewat share Blackberry sering terjadi. Penjualnyapun kebanyakan dari kalangan mahasiswa yang tidak mengetahui barang tersebut sudah memiliki ijin atau tidak. Mereka hanya tengkulak dari distributor asal Jakarta dan Surabaya (wilayah Kenjeran, red) dan mendapat keuntungan begitu saja, sekitar Rp 5 ribu hingga Rp 10 ribu. (rhy)

Analisis

Kasus ini mengungkap tentang tersangka pelaku usaha yang menjual obat pelangsing merek “Acai Berry”, dimana obat pelangsing “Acai Berry” tidak memenuhi ketentuan Undang Undang dan peraturan pelaksanaanya dimana produk suplement tersebut dari segi keamanan belum di uji ataupun periksa, baik dari mutu ataupun gizi sebelum peredarannya.

sesuai dengan pasal 7 Undang-undang Perlindungan Konsumen. Pelaku usaha tidak bersikap yang seharusnya, yaitu tentang kewajiban pelaku usaha. Dijelaskan bahwa kewajiban seorang pelaku usaha itu harus beritikad baik melakukan kegiatan usahanya, memberikan informasi yang jelas, jujur, benar sesuai ketentuan standar mutu barang atau jasa yang berlaku. Terlihat jelas pola berpikir dari pelaku usaha bahwa konsumen hanyalah sebagai objek mencapai tujuannya yaitu keuntungan yang sebesar- besarnya sehingga pelaku usaha menghiraukan keamanan dari obat pelangsing “Acai Berry” yang sangat berakibat buruk bagi konsumen. Hal ini disebabkan juga karena rendahnya kesadaran konsumen terhadap haknya.

Karena kasus ini merupakan tindak pidana, maka tersangka dijerat Pasal 58 huruf UU RI No 7 Tahun 1996 tentang pangan dengan dengan ancaman hukum tiga tahun penjara, dan denda Rp 260 juta.